Komunitas
Jalanan Sebagai Patologi Sosial
(Studi Kasus: Keberadaan Komunitas Vespa
Gembel di DKI Jakarta)
oleh
: Rifqoh Haniyah
Pendahuluan
Kehidupan masyarakat layaknya roda
berputar, kadang berada diatas, kadang pula harus merasakan berada dibawah. Dimana
setiap langkah atau peranan di dalam masyarakat selalu berhubungan. Dalam
kehidupan bermasyarakat, selalu mengalami masa dimana segala perbedaan
bermunculan. Cara mengatasi segala perbedaan dengan adanya general agreement – memiliki daya mengatasi perbedaan pendapat dan
kepentingan diantara para anggota masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam
suatu bentuk equilibrium. Dengan demikian, masyarakat tengah mengalami suatu
sistem struktural fungsional dimana pada awalnya muncul cara menganalogikan
masyarakat dengan organisme biologis. Hal ini beranggapan bahwa masyarakat bila
dilihat secara sosiologis seperti struktur tubuh yang mempunyai relasi
fisiologis. Dalam kehidupan bermasyarakat, apabila terjadinya disfungsi sosial,
maka akan terjadi konflik sosial.[1]
Sistem sosial pada dasarnya
terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antar individu, yang tumbuh dan
berkembang melalui nilai dan norma yang telah disepakati bersama oleh para
anggota. Dimana setiap orang menganut dan mengikuti sistem yang sama mengenai
situasi – situasi tertentu (sharing the same definition of the situation)[2]. Dari
interaksi ini, memunculkan keselarasan satu dengan yang lain di dalam sebuah
tingkat integrasi tertentu. maka dari itu, sebagai anggota masyarakat, tak bisa
dihindarkan untuk berinteraksi. Karena interaksi merupakan bagian dari
komunikasi yang sangat penting untuk merealisasikan nilai dan norma yang telah
dianut.
Bila interaksi yang baik menghasilkan
integrasi yang baik, maka interaksi dari anggota masyarakat yang kurang tepat
dan berhasil juga akan mengahsilkan disintegrasi atau konflik dalam struktur
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan munculnya banyak pemberontak akan nilai
dan norma. Mereka membuat kelompok-kelompok sosial mereka untuk mengemukakan
ketidakpuasan mereka. Mereka dikenal arogant, pembuat kerusakan atau hanya
menunjukkan hal-hal yang tidak biasa didalam masyarakatnya sehingga
bermunculkan banyak fenomena-fenomena penyakit sosial.
Berangkat dari pernyataan diatas,
penulis ingin mengangkat masalah tentang penyakit sosial dimana di dalam
struktur masyarakat tertentu tengah terjadi disintegrasi dan bermunculan
banyaknya komunitas-komunitas baik yang bersifat positif ataupun negatif. Tetapi
fokus utama dari penulis yaitu mengkaji munculnya komunitas yang dianggap
sebagai penyakit sosial atau patologi sosial. Mengangkat fenomena komunitas
anak jalanan, “Komunitas Vespa Gembel”. Komunitas yang sudah merambat sangat
jauh kehidupan masyarakat terutama masyarakat DKI Jakarta yang sudah tidak lagi
menjadikan mereka sebuah pemandangan baru. Mereka muncul karena merasa
teralienasi didalam lingkungan tempat tinggal mereka yang kemudian mereka
membutuhkan wadah yang dapat mendengar dan merealisasikan aspirasi mereka. Mereka
juga membuat sebuah media untuk memperlihatkan eksistensi mereka, yaitu media
komunitas[3].
Media ini dibuat sebagai media perjuangan rakyat dalam melawan hegemoni media
maentrem yang tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Merasa
masyarakat tidak memikirkan kepentingan rakyat kecil sehingga menimbulkan ruang
isolasi bagi mereka.
Vespa gembel
sebagai sebuah status sosial
Pada awalnya, perkembangan vespa
dimulai pada pengusaha pesawat terbang, Piaggio, Italia. Sebelum memproduksi
vespa, Piaggio memproduksi peralatan kapal, rel kereta api, gerbong kereta api
hingga pada saat perang dunia I, Piaggio mulai memroduksi pesawat terbang.
Seiring perkembangan waktu, Italia pada saat itu tengah mengalami krisis
ekonomi yang cukup parah. Dengan inisiatif yang tinggi, Piaggio mengambil alih
usaha ayahnya itu, (Rinaldo Piaggio), dan membuat transportasi dengan harga
murah, maka dari itu dibentuklah motor vespa ini. Menurut perkembangan dari
berbagai sumber, vespa dibentuk pada tahun 1945. Kata ”Vespa” berasal dari
kata ”Wesp” yang berarti” binatang penyengat atau lebah”. Memang
konstruksi Vespa jika dilihat dari atas terlihat seperti lebah. Dalam
perkembangannya, Vespa tidak hanya di pasarkan di Italia, tetapi juga laris di
Perancis, Inggris, Jerman, Spanyol, Brasil serta India[4].
Karena minat konsumen yang begitu besar, Vespa juga di produksi di Jerman dan
Inggris.
Kemudian muncul Begitu banyak
perkumpulan – perkumpulan, komunitas – komunitas yang mengatasnamakan pecinta
vespa. Nama untuk perkumpulan ini sangat beragam, salah satu yang sedang
menjadi fokus masyarakat yaitu, perkumpulan “vespa gembel”. Mereka memberi nama
dengan maksud agar eksistensi mereka diakui di masyarakat. Bermula dari vespa
rombeng sekitar tahun 1980 – 1995an. Mereka menganggap bahwa kondisi motor
mereka adalah sebuah karya seni unik yang tak semua orang dapat menggunakannya.
“orang kaya boleh memamerkan kekayaannya, kami dengan bangga memamerkan
kegembelan kami, tetapi hati kami belum tentu jahat”, begitu tanggapan mereka
tentang perkumpulan mereka. Komunitas ini juga berhubungan dengan status.
Karena status merujuk pada suatu komunitas, kendatipun agak sedikit tak
berbentuk. “situasi status” didefinsikan weber sebagai komponen tipial
kehidupan manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang derajat martabat
tertentu, positif atau negatif[5].
Sudah menjadi semacam patokan umum kalau
suatu status dijadikan gaya hidup. Komunitas vespa gembel ini juga telah
memberikan status sosial untuk dirinya. Mereka mengartikan komunitas mereka
sebagai gaya hidup. Dimana orang – orang yang kaya menjadikan gaya hidupnya
menjadi konsumerisme, shopping di mall, tetapi mereka membuat gaya hidup mereka
layaknya gembel, dekil, kumel, itulah yang mereka anggap trend. Dari desain
motor yang berantakan tak karuan, menggunakan sampah-sampah sebagai hiasannya,
kepala hewan yang sudah diawetkan sampai gaya berpakaiannya pun lusuh dan
menunjukkan bahwa mereka hanya anak jalanan yang gembel tak terdidik. Status
disini bergerak pada tatanan sosial. Dimana kehidupan sosial tempat ia
tinggallah yang berperan apakah berpengaruh pada kehidupannya atau tidak.
Tatanan sosial berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan. Mereka membuat sebuah
tatanan sosial baru untuk memenuhi kebutuhan mereka. Entah itu kebutuhan fisik
maupun non fisik. Jika mereka berkeyakinan bahwa kelompok itu dapat memenuhi
kebutuhan mereka, mengapa tidak? Inilah salah satu faktor mereka mendirikan
sebuah komunitas. Kebutuhan akan seni, kebutuhan akan penghargaan dari orang
lain, karena komunitas vespa gembel ini tak lepas dari yang namanya seni, semua
yang mereka kerjakan, memodiv motor mereka sedemikian rupa merupakan sebuah
seni artistik bagi mereka tidak boleh orang mengganggu pergerakan di luar
komunitas mereka.
Kemudian tatanan yang mereka bentuk
adalah sebuah lingkungan sosial baru. Dengan mereka membuat komunitas ini,
artinya mereka membuat dunia baru, lingkungan baru yang tidak berpengaruh pada
dunia aslinya. Mereka sudah menciptakan dunia mereka dengan anggota –
anggotanya sehingga mereka merasa bebas dengan segala aktivitas mereka. Selain
itu mereka juga sebenarnya sedang membina suatu interaksi sosial yang sangat
rapih. Mereka berinteraksi satu dengan yang lain atas dasar persamaan status
dan peran sosial yang diatur dalam seperangkat nilai dan norma yang telah
disepakati. Adanya hubungan timbal balik diantara mereka yang menimbulkan suatu
product baru dari interaksi mereka.
Vespa Gembel
Suatu Ikatan Solidaritas Mekanis
Ikatan
solidaritas merupakan sebuah ikatan sosial yang dibuat oleh anggota masyarakat
untuk bertahan hidup bersama anggota kelompoknya. Durkheim membagi tipe
solidaritas menjadi dua, solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Kini,
yang menjadi fokus penulis yaitu solidaritas mekanik. Dimana merupakan ikatan
sosial yang satu padu, semua anggota karena semuanya merupakan generalis.
Mereka terbentuk karena satu visi dan misi, satu tujuan yang sama sehingga
mereka membentuk solidaritas untuk mewujudkannya. Selain itu, ikatan
solidaritas mekanik hadir karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan
memililki tanggung jawab yang sama.
Komunitas vespa gembel membentuk
sebuah ikatan solidaritas mekanik yang dimanfaatkan mereka untuk bertahan
hidup. Mereka tidak memandang asal-usul para anggota, yang jelas mereka
mempunyai tujuan yang sama, keinginan yang sama, sehingga mereka mempunyai rasa
empati antar anggota dan rasa kekeluargaan yang tinggi. Pada saat mereka
mengadakan tour, salah satu dari mereka ada yang bermasalah pada motornya.
Tanpa berfikir panjang, tanpa berfikir kenal atau tidak, melihat fenomena itu
mereka berlomba-lomba untuk menolong, memperbaiki, atau minimal mengangkut
motornya untuk didesain ulang. Seperti pada fenomena Minggu, 26 Mei 2013
kemarin di Ragunan, Jakarta Selatan, ada satu motor yang sedang ada masalah di
ujung jalan, salah satu dari mereka hanya datang dan menanyakan beberapa spare
part motor, tanpa basa-basi beberapa dari mereka langsung menghampiri temannya
yang bermasalah dan membantu memperbaiki motor tersebut. Ada yang mendorong
hingga pinggiran jalan, ada yang sibuk mencarikan alat yang cocok, dsb. Hal
ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya
sebagai anak jalanan yang kotor, rusuh tetapi mereka adalah sebuah kesatuan
yang utuh, dimana jika salah satu dari mereka ada yang kesusahan, mereka tidak
tinggal diam, mereka dengan sigap menolongnya.
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat
yang memiliki ikatan solodaritas mekanik seperti masyarakat primitif memiliki
kesadaran kolektif yang lebih kuat, yaitu pemahaman, norma, dan kepercayaan
bersama[6].
Kesadaran kolektif dalam solidaritas mekanis ini melingkupi seluruh masyarakat
dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini, sangat rigid, dan isinya sangat
religius. Interaksi yang dibuat bersifat menyeluruh, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Interaksi juga sangat kental dengan nilai-nilai yang mereka yakini.
Ada sejumlah aturan nilai dan norma yang telah mereka sepakati. Bagi yang
melanggar akan mendapat hukuman. Hukuman yang diberikan bersifat represif.
Hukuman yang diberikan setelah kejadian dan bertujuan agar menghasilkan efek
jera pada pelanggarnya. Seberat apapun hukumannya mereka tidak merasa dirugikan
karena hukumannya bersikap adil, semuanya akan merasakan tidak satu pihak saja.
Jika ada yang tertangkap mencuri maka ketua atau pemimpin komunitas vespa
gembel ini tidak segan-segan untuk memotong tangannya.
Vespa gembel
sebagai patologi sosial
Patologi sosial diartikan sebagai
suatu keadaan dimana tidak sejalan dengan keadaan di masyarakat yang sebenarnya
atau disebut masyarakat abnormal atau masyarakat yang sedang sakit. Kehadiran
komunitas vespa gembel dapat diartikan sebagai masyarakat sakit atau patologi.
Karena mereka membuat, melakukan, beraktivitas tidak sesuai dengan kehidupan
bermasyarakat yang sebenarnya. Mereka berlaku layaknya gembel, mengganggu lalu
lintas, memodiv motor segala bentuk, diartikan dalam persepsi masyarakat bahwa
mereka masuk ke dalam patologi. Mereka sering mendapat hinaan, cacian, bahkan
diusir dari lingkungannya karena dianggap hanya sebagai “sampah masyarakat”
tanpa melihat terlebih dahulu aktivitas yang dilakukan. Tetapi yang terlihat
pada masyarakat hanya kelakuan-kelakuan yang negatif. mereka bertatto di hampir
sekujur tubuh, memakai anting dimana-mana, mengubah motor menjadi sampah,
ketika berjalan suara motor memekikkan telinga semua hal ini dijadikan suatu
penyakit parah oleh masyarakat sehingga mereka harus diusir. Seperti pada kasus
di surabaya, Korlantas Polri melarang mereka untuk masuk ke jalan-jalan utama
karena mengganggu lalu lintas. Motor yang terlalu rendah sehingga tidak
kelihatan oleh pengguna kendaraan roda empat hingga dapat menimbulkan tabrakan
dan kecelakaan lainnya. Sewaktu pulang dari ragunan (26/05) sepanjang jalan
mereka dengan santai memarkirkan motor-motor mereka dipinggir jalan sampai
mengakibatkan kemacetan panjang. Banyak masyarakat yang ikut menghina mereka,
supir angkutan umum pun ikut mencemooh mereka bahkan ada yang menyumpahi.
Tetapi apakah mereka berfikir? Mereka tetap asik minum-minum, tidur-tiduran dan
memetik sejumlah deaunan dan sejenisnya untuk menghias motornya.
Jika terlepas dari masalah ini
semua, sebenarnya masalah patologi ini menjadi kuat karena adanya
ketidakpahaman tentang tindakan apa yang harus dilakukan yang cocok bagi
dirinya dan yang tidak cocok bagi dirinya dan apakah tindakan yang dilakukan
dapat diterima atau tidak. Perlu adanya uluran tangan masyarakat untuk
mensosialisasikan peranan di dalam masyarakat. Misalkan mengaktifkan karang
taruna, remaja masjid, dan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat sehingga mereka
telah paham dan mengerti tentang peranan yang harus dijalankan di dalam
masyarakat. Tentunya kembali lagi kepada kepercayaan moralitas. Nilai-nilai
moral harus kembali dikembangkan dalam tatanan masyarakat sehingga semua
anggota masyarakat tidak merasa terancam satu dengan yang lainnya. Selain itu,
individu bisa menjadi terisolasi dan hanyut dalam kekhusuan aktivitas
masing-masing[7].
Mereka sangat mudah kehilangan rasa kebersamaan dengan orang-orang yang bekerja
dan hidup di sekelilingnya. Mereka merasa terancam dengan lingkungannya dan
hubungan kekeluargaan telah hilang karena orang-orang sekelilingnya bukanlah
orang-orang yang sepaham dengannya sehingga ia merasa terisolasi walau di
daerah tempat tinggalnya. Dari mereka ada yang sampai keluar dari lingkungannya
karena sudah tak tahan dianggap “sampah masyarakat” dan tidak ada lagi ruang
gerak untuknya beraktivitas dan berkarya semuanya menolak kehadirannya yang
menjadikan ia seperti memberontak dan bergabung dengan komunitas ini. Ada pula
yang tetap bertahan walau cacian tetap mengintai seperti bayangan diri yang
selalu mengikuti langkah kita. Mereka membuat semacam markas untuk bersikeras
menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka layak untuk diakui. Namun tidak
banyak yang berhasil.
Dari informasi salah satu anggota
komunitas vespa gembel, sebut saja x, dia mengaku bergabung dengan komunitas
vespa gembel bukan karena ekonomi yang pada umumnya tetapi hanya sebagai
lifestyle. Sebenarnya dia anak orang kaya, terdidik, ramah, tetapi dia suka
tantangan sehingga dia memutuskan untuk mengubah gayanya menjadi gembel seperti
gaya rambut yang dikepang layaknya sapu ijuk, celana robek-robek, dsb dan juga
mendesign ulang motornya yang padahal sudah keren. Entah apa motiv dibalik itu
semua tetapi ia masih sering melatih anak-anak pramuka di sebuah smp negeri.
“saya hanya iseng seperti ini, hanya
ingin meluapkan seni saya tidak untuk mengubah semua kehidupan saya, saya juga
kan masih mempunyai amanah disejumlah sekolah jadi ya ini dijadikan sebuah
hiburan saja. Jika masyarakat menganggapnya sebagai “sampah masyarakat” saya
gak merasa seperti itu karena saya pure hanya untuk hiburan semata. Semenjak
saya bergabung, banyak ilmu yang saya dapatkan dengan mereka, seperti bagaimana
cara memodivikasi motor, menghias walau kelihatannya gembel tetapi mereka bisa
mengubahnya menjadi keren tetapi kan kita ingin membuat ciri khas agar diakui”
(waktu bertemu saat latihan pramuka tahun 2009).
Pernyataan itu menunjukkan bahwa
keanggotaan pada komunitas vespa gembel ini tidak hanya berdasarkan ekonomi
semata dan juga bukan karena rakyat kecil tetapi karena hobby lah yang
memotivasi dia untuk bergabung walau apapun konsekuensinya. Tidak memikirkan
dampak yang akan terjadi, dia tetap ikut yang penting tidak berbuat kerusakan.
Mungkin dari pernyataan inilah setidaknya pemikiran masyarakat akan terbuka
tentang mereka dan mencoba menyamakan mereka dengan anggota kelompok lainnya.
Penutup
Kehidupan
manusia tidak ada yang pasti. Kadang merasa berada diatas kadang pula berada
dibawah. Kesemua itu merujuk pada sebuah equilibrium yang ada dalam struktur masyarakat.
Masyarakat dianalogikan sebagai struktur fungsional dimana apabila ada sebuah
struktur yang tidak berjalan dengan semestinya maka akan terjadi disintegrasi
atau konflik sosial.
Dalam struktur masyarakat pasti
terjadi interaksi sosial. Dimana terjadi karena adanya persamaan akan nilai dan
norma yang dijalankan sebagai anggota masyarakat untuk mencapai integrasi.
Interaksi pun dijalankan untuk mencapai keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Apabila interaksinya berjalan baik akan menghasilkan integrasi yang baik pula
namun sebaliknya, apabila integrasiya tidak berjalan dengan baik maka integrasi
buruk yang terjadi. Seperti pada kasus munculnya komunitas vespa gembel.
Kehadiran mereka hasil dari integrasi yang tidak sempurna karena adanya rasa
ketidakpuasan atas apa yang telah digariskan pada masyarakat itu. Mereka
merealisasikan apa yang mereka inginkan melalui membuat sebuah komunitas yang
menarik banyak perhatian masyarakat luas.
Mereka dianggap sebagai patologi sosial.
Karena berkelakuan berbeda dengan apa yang dilakukan masyarakat pada umumnya.
Mereka melakukan segala aktivitas diluar nalar masyarakat. Seperti,
berpenampilan layaknya gembel jalanan, gembel, kusam, lusuh dan bertatto yang
membangun persepsi masyarakat bahwa mereka adalah sampah masyarakat. Selain itu
mereka juga merubah gaya motor mereka dari normal menjadi luar biasa. Mengganti
pelk motor asli dengan sampah, daun bahkan binatang yang sudah diawetkan.
Semakin gembel semakin bagus. Mereka sama sekali tidak memikirkan pandangan
masyarakat yang terpenting bagi mereka, mereka bisa menunjukkan eksistensi
mereka.
Hampir semua masyarakat di
sekitarnya berpendapat bahwa mereka hanyalah sampah masyarakat yang harus dibuang
jauh-jauh. Hanya berbuat kerusakan dan mengganggu keamanan masyarakat. Dalam
hal ini penulis berharap agar masyarakat bisa hdup berdampingan tanpa adanya
rasa terancam atau terisolasi. Semua anggota masyarakat berhak untuk hidup
damai tanpa ancaman. Sebagai anggota masyarakat haruslah bahu-membahu demi
kerukunan. Itu semua agar tercipta situasi politik yang kondusif atau dikenal
dengan social order.
Daftar pustaka
Budiono,
IG. 2008. Kisah Perlawanan. Jakarta :
Kompas
Irfan
Ardinata, B. 2013. Vespa Dilarang Masuk
Surabaya. Solo : Mikael Solo
Nasikun.
Sistem Sosial Indonesia. Jakarta :
Raja Grafindo Persada
Ritzer,
George, Douglas. J. Goodman. 2008. Teori
Sosiologi. Yogyakarta : Kreasi Wacana
S.K,
Ibrahim. 2011. Pengaruh Media Komunikasi
Terhadap Struktur Masyarakat Bajo. Sulawesi Selatan
[1] Auguste comte. Teori sosiologi (george ritzer and douglas j. Goodman ,
2008)
[2] Nasikun. Sistem sosial indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada. h. 15
[3] Ibrahim SK, Jaringan Radio Komunitas Sulawesi Tenggara : 08:59
[4] pelangisejutawarna.wordpress.com/2011/03/07
[5] 1921/1968: 932
[6] Durkheim, teori sosiologi, h. 92
[7] Ibid., h. 95
No comments:
Post a Comment